"Petahan tidak boleh menyudutkan begitu karena debat tidak menyerang pribadi. Apakah ada salah dosen mimpin ibu kota? Dan Mas Anies itu seorang rektor dulunya. Ini sudah termasuk penistaan profesi dosen dan guru. Pak Basuki dulu juga belajar dengan dosen, jadi menyerang yang begitu sangat tidak tepat," ungkap Anggawira di Jakarta, Senin (16/1/2017).
Kata Anggawira, kesamaan hak itu juga berlaku untuk hak politik. Dia juga sangat menyesalkan, ada perkataan yang menurutnya kurang menghormati profesi pengajar. "Jangan lupa republik ini didirikan mayoritas pendirinya adalah guru, kaum pendidik.
Sebagaimana yang perlu diketahui tidak semua dosen teoritis, mereka menerangkan sesuatu berdasarkan kenyataan empiris," ungkap Anggawira dalam dilansir dari Liputan6.com. Anggawira miris karna Ahok telah melanggaran tata tertib debat yang telah disepakati bersama. "Sangat disayangkan, ada statement yang justru melanggar kesepakatan bersama.
Ini menjadi contoh dan kesempatan kita untuk melahirkan pemimpin DKI yang amanah dan berkarakter," tutur Koordinator Sahabat Anies-Sandi itu. Penyebutan kata dosen dalam debat semalam mengemuka saat Ahok menanggapi program Anies. Kata Ahok, pembangunan infrastruktur tetap penting, di samping pembangunan masyarakat.
"Kami tidak hanya bangun fisik, kami ingin perbaiki orang. Kami bangun fisik, danau, sungai rapi, ini benda mati. RPTRA ini benda mati tetapi dikaji dengan penataan sosial agar masyarakat betah," jelas Ahok. Ahok pun mengatakan pembangunan manusia tanpa pembangunan fisik adalah teori.
"Kalau membangun manusia tanpa benda mati itu ibarat teori, dosen ngajar di kampus tapi nggak ada action. Kami tahu tujuan dan visi ya harus membangun fisik dan memperhatikan SDM. Saya kira calon nomor 3 ini dosen," tutur Ahok kepada Anies.
0 Komentar Blog: